
Tim tersebut memeriksa silang data pendaftaran rumah sakit dengan analisis bahan pencemar polusi udara satu minggu sebelum mereka dirawat. Mereka mendapatkan bahwa pendaftaran mencapai angka tertinggi pada hari-hari dimana konsentrasi ozon dan nitrogen dioksida juga mencapai konsentrasi paling tingginya. Dalam penelitian tersebut juga didapatkan bahwa pria tampaknya lebih mungkin untuk terpengaruh oleh radang usus buntu selama pajanan terhadap polusi udara, tetapi masih tidak jelas apakah perbedaan jenis kelamin tersebut memang benar-benar berpengaruh.
Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa penyebab radang usus buntu, yang merupakan radang pada bagian tubuh yang mirip kantung dan menempel pada usus yang lebih besar. Sebagian ahli telah menyatakan bahwa makanan rendah serat yang menjadi ciri khas negara industri mungkin menyebabkan kotoran mengganggu pembukaan usus buntu sehingga terjadilah infeksi. Namun, Kaplan menyatakan belum ada peningkatan besar dalam kandungan serat dalam makanan orang Kanada dalam 20 tahun belakangan, tetapi telah ada penurunan yang sangat besar dalam peristiwa radang usus buntu dalam setengah abad belakangan.
Kasus radang usus buntu meningkat secara tajam di negara industri pada abad XIX dan awal abad XX, tetapi kemudian turun lagi pada pertengahan dan pengujung abad abad XX. Penurunan itu terjadi bersamaan dengan adanya peraturan guna mengurangi kemerosotan kualitas udara. Sementara itu, peristiwa radang usus buntu di negara berkembang telah meningkat sewaktu mereka menjadi lebih industrialis. Kaplan mengakui timnya baru mengetahui hubungan antara pajanan terhadap polusi udara dan angka radang usus buntu yang lebih tinggi, mereka belum membuktikan sebab-akibat tersebut. "Ini akan mendorong kami melakukan penelitian lebih jauh," kata Kaplan.
(dikutip dari beberapa media cetak nasional dan internasional)
0 komentar:
Posting Komentar