'Si Burung Merak' itu pun kini telah terbang ke langit tinggi..

Baru aja gwa ngepost tentang meninggalnya Mbah Surip yang kemudian dikebumikan di Bengkel Teater Rendra kini sang sahabat sekaligus 'mpunya' Bengkel Teater tempat dikebumikannya penyanyi fenomenal itupun ikut menyusul sang sahabat ke alam abadi. Ya.. WS Rendra 'Si Burung Merak', penyair termahsyur kebanggaan Indonesia itu telah meninggalkan kita semua kemarin malam pukul 22.10 WIB di RS Mitra Keluarga Depok di usianya yang ke 74 tahun dan meninggalkan 11 orang anak dari 3 kali pernikahannya. WS Rendra yang juga pemilik Bengkel Teater tempat Mbah Surip dimakamkan selasa lalu ini merupakan salah satu putra bangsa terbaik Indonesia. Ia mampu mengharumkan nama bangsa melalui karya-karyanya, ia juga dianggap telah berjasa karena berhasil memperkenalkan sastra Indonesia ke dunia internasional.

WS Rendra lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935 dengan nama asli Willibrordus Surendra Broto Rendra. Sang maestro memang telah dikenal sangat menggemari dunia sastra sejak ia masih kecil. Hal itu pula yang akhirnya membuatnya bertekad masuk ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta setelah ia menamatkan sekolahnya di SMA St. Josef Solo. Setelah ia mendapatkan gelar Sarjana Muda-nya ia lantas melanjutkan pendidikannya di American Academy of Dramatical Art, New York, Amerika Serikat. Sebelum ia melanjutkan studinya di Amerika tersebut beliau memang telah dikenal banyak menghasilkan karya-karya sajak dan drama. Bahkan salah satu drama karyanya saat itu yang berjudul "Orang-orang di Tikungan Jaman"(1954) berhasil mendapatkan penghargaan dari Departemen P & K Yogyakarta.

Sepulangnya dari Amerika, beliau lalu mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta yang lantas dalam perkembangannya WS Rendra memindahkan Bengkel Teaternya tersebut ke Citayam, Depok hingga saat ini. Sepanjang hidupnya pria tinggi besar berambut gondrong dan bersuara serak ini telah menghasilkan sangat banyak karya sastra dan bahkan tidak sedikit diantaranya digemari oleh pecinta sastra di luar negeri. Terbukti beberapa sajak-sajaknya telah di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris seperti "Rendra: Ballads and Blues: Poems" oleh Oxford University Press pada 1974. WS Rendra juga dikenal rajin menyuarakan protes kepada pemerintah dalam beberapa karyanya. Bahkan, karena karyanya tersebut beliau juga pernah ditahan oleh pemerintahan saat itu. Beberapa karya dramanya juga sempat dilarang untuk dipentaskan. Salah satu contoh karyanya yang terbilang cukup kontroversial adalah "Sajak Sebatang Lisong" yang dibacakannya di kampus ITB pada 1977.

Sebagai bukti akan ketenaran karya-karyanya, WS Rendra telah mendapat berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa diantaranya yaitu, Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957), Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975), Penghargaan Adam Malik (1989), SEA Write Award (1996), dan Penghargaan Achmad Bakrie (2006). Karena karya-karyanya pula sang budayawan karismatik ini kemudian diberikan julukan 'Si Burung Merak' oleh kawan-kawannya.

WS Rendra sebelumnya memang telah lama dikenal menderita penyakit jantung koroner. Bahkan selama ini ia juga telah sering melakukan cuci darah di rumah sakit. Sastrawan besar Indonesia ini juga sebelumnya sempat lama dirawat di beberapa rumah sakit besar. Akibat sakitnya tersebut beliau juga tidak sempat menghadiri upacara pemakaman sahabatnya, Mbah Surip di Bengkel Teater miliknya. Walaupun demikian beliau ternyata masih sempat memberikan ijin agar Mbah Surip dapat dimakamkan di Bengkel Teaternya tersebut beberapa saat setelah Mbah Surip meninggal dunia. Sebelum meninggal dunia menyusul karibnya tersebut, beliau ternyata sempat melahirkan karya terakhir yaitu, "Aku Lemas Tak Berdaya, Tuhan Aku Mencintaimu". Mungkinkah ia sebenarnya telah merasakan bahwa Tuhan menginginkannya kembali ke pelukan-Nya sebelum ajal benar-benar menjemput? Apapun makna karya terakhirnya tersebut semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa dan semoga orang-orang yang ditinggalkannya juga diberikan ketabahan atas kepergiannya. Marilah kita menjadikan semangat 'Si Burung Merak' dalam setiap karyanya tersebut sebagai pemacu semangat kita dalam menjalani hidup ini. Selamat tinggal Burung Merak, terima kasih atas segala jasamu atas bangsa ini. Indonesia akan selalu mencintaimu.....



Dikutip dari berbagai sumber.

Category:

0 komentar:

Posting Komentar